Friday 5 October 2012

Syaikh Albani wahabi mengubah Kitab Jami’ushaghir Imam Suyuti


WASPADAI KITAB WAHABI ABAL-ABAL BERLABEL ORIGINAL


Kitab Al-Jamius Shaghir ditulis oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Nama lengkap beliau adalah Jalaluddin abdurrahman ibn Kamaluddin Abi Bakr ibn Muhammad al-Suyuthi. Beliau lahir tahun 849 H atau tahun 1445 M di Asyuth Mesir dari keturunan orang-orang terkemuka di negeri itu dan wafat tahun 911 H atau 1505 M. Ayah beliau wafat pada waktu beliau berumur 6 tahun, sehingga beliau tumbuh sebagai anak yatim.
Untuk memuaskan dahaganya akan ilmu, maka selain di negerinya sendiri, beliau pun mencari ilmu dan merantau ke negeri-negeri seperti Syam, Hijaz, Yaman, India, Maghribi, dan negeri-negeri lain; serta berguru pada para ulama terkenal yang menguasai berbagai disiplin ilmu saat itu, yang jumlahnya kurang lebih 150 orang. Di antara ulama itu ialah Syaikh Syihabuddin al-Syarmasahi, Syaikhul Islam Alamuddin al-Bulqini, putera al-Bulqini, Syaikhul Islam Syarafuddin al-Manawi, Taqiyuddin al-Syibli, Muhyiddin al-Khafiji, Syaikh al-Hanafi, dan lain-lain. Bidang keilmuan yang beliau kuasai sangat luas, antara lain Tafsir, Hadits, Fiqh, Nahwu, Ma’ani, Bayan, dan Badi’ menurut cara orang Arab yang baligh, bukan menurut cara orang Ajam (non-Arab) dan ahli-ahli filsafat (keterangan ini dapat diperoleh dalam kitab beliau Husnul Muhaadlarah).
Sesungguhnya kitab hadits Al-Jami’ Ash-Shaghir karangan Al-Hafidz As-Suyuthi merupakan salah satu kitab hadits yang paling lengkap pokok pembahasannya, paling banyak manfaatnya, paling sederhana penyusunannya. dan yang menjadi kekhasan kitab ini adalah hadits-hadits yang tercantum diurutkan berdasarkan urutan huruf hijaiyah.Kitab jamius Shaghir beliau selesaikan pada tahun 907 H, 4 tahun sebelum beliau wafat (911 H). Dan ini sungguh suatu jihad yang dilakukan oleh seorang ulama untuk mengumpulkan dan menyusun sebuah kitab sehingga manfa’atnya dapat dirasakan oleh ummat setelahnya. Beliau juga menyusun secara terpisah appendix (lampiran) bagi kitabnya ini dengan judul Ziyaadah Al Jami’. Dalam salah satu tulisannya beliau berkata,”Ini adalah appendix bagi kitab karangan saya yang bernama Al Jamius Shaghir Min hadits Al basyir An Nadzir, dan saya memberinya nama Az Ziyadah Al Jami’. Kode yang terdapat dalam appendix ini sam dengan kode dalam kitab Al Jami’, dan susunannya pun sama dengan yang terdapat dalam kitab Al jami’”
Akan tetapi masih banyak koreksi hadits dari para ulama yang lain diantaranya Al-Imam Al-Mannawi -rahimahullah- dalam kitabnya Al-Faidhul Qodir Syarh Al-Jamius Shaghir, juga Appendix kitab Al-jami’, yakni Az-Ziyadah Al-Jami’ juga beliau komentari dalam kitabnya Miftah As-Sa’dah bi Syarhi Az-Ziyadah. Dalam kitabnya ini, Beliau berupaya mengkritisi derajat hadits yang terkandung dalam kitab Al-Jamius Shaghir, namun sayangnya tidak semua hadits beliau teliti.
Entah dengan alasan tersebut atau maksud lain, maka seorang yang katanya ulama hadits tapi belum punya julukan AL-HAFIZH tetapi berani membuat KITAB TANDINGAN JAMI’US SHAGHIR. Orang ini namanya tersohor dikalangan WAHABI SALAFI tapi keulama’annya terdengar ANEH ditelinga Ahlussunnah wal Jama’ah pada umumnya. Siapa dia kalau bukan Nashiruddin Al-Albani yang mengklaim dirinya telah menyempurnakan kitab Jami’us Shaghir dengan LABEL SHAHIH AL-JAMI’ ASH-SHAGHIR WA ZIYADATUH. Juga begitu beraninya Al-Bani ini mendho’ifkan banyak hadits shahih Imam Bukhari.
Untuk membedakan mana Kitab Jami’us Shaghir milik Ahlussunnah Imam Suyuthi dan Kitab Jami’us Shaghir milik WAHABI SALAFI karangan Al-Bani perhatikan gambar dibawah ini.
Jami’us Shaghir As-Suyuthi syahadatnya memakai kata “SAYYIDINA.” Dan tidak melabelkan kata SHAHIH. Hal ini menggambarkan katawadhuan beliau akan kekurangan-dan kelemahan sebagai manusia yg tidak bisa terlepas dari kesalahan.
Bandingkan dengan Jami’us Shaghir karangan Al-Bani yang dengan bangganya melabelkan kata “SHAHIH” yang dimana secara nalar sehat menggambarkan kegeniusan dan hapalannya akan ilmu dan hadits-hadits Nabi, meskipun dia belum memiliki julukan AL-HAFIZH (banyak menghapal hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam), dan juga tidak mau menyebutkan kata “SAYYIDINA” dalam membaca syahadat Rasul.
Ikhwan wa Akhwat fillah…………..hati-hati dan waspada dengan propaganda ulama-ulama WAHABI SALAFI yg bisanya hanya menyalahkan, mendho’ifkan kitab-kitab ulama salaf dan hadits-hadits Nabi, sementara mereka tidak lain hanyalah ulama pemecahbelah umat islam, terutama NASHIRUDIN AL-ALBANI tukang servis jam beralih menservis HADITS SHAHIH menjadi HADITS DHO’IF. Wallohul musta’an wa bish-shawab



TARIKH KHULAFA - Imam Suyuti









TARIKH KHULAFA
Imam Suyuti
terjemahan terbitan Pustaka Kautsar
RM 55.00


Zaman terus berputar, peristiwa sejarah akan berulang, hanya pelaku, tempat dan situasinya berbeda. Putaran zaman mempergilirkan antara kebaikan dan keburukan. Dan kondisi suatu zaman akan sangat dipengaruhi oleh siapa yang menjadi pemimpinnya saat itu. Hal ini dapat kita saksikan pada perjalanan umat Islam dari semenjak masa kenabian, masa khulafa-'urrasyidin serta masa kedinastian Bani Ummayah dan Bani Abbasiyah.

Kekhilafahan mengalami masa keemasan pada masa-masa khulafa'urassyidin terutama pada masa Khalifah Abu Bakar, Umar dan setengah dari masa kekhilafahan Utsman bin Affan. Setelah berakhirnya masa khulafa-'urrasyidin, kekhilafahan berpindah secara turun temurun, adakalanya berada di tangan orang shalih dan adakalanya berada di tangan orang yang zhalim dan durhaka. Namun bagaimanapun kondisi mereka tetap lebih baik dibanding dengan masa pasca kejatuhan khilafah.

Imam As-Suyuthi, seorang ulama besar yang hidup antara tahun 849-911 H, mengungkap perikehidupan para khalifah (penguasa) berdasarkan periwayatan yang terpecaya dan komentar-komentar para ulama yang langsung menjadi pelaku sejarah. Karya beliau merupakan warisan yang sangat berharga karena kaya dengan pelajaran yang mendalam dan menjadi rujukan sepanjang zaman bagi umat yang ingin memahami sejarah para penguasa pendahulunya.

Laman sesawang ini menyediakan banyak kitab dari imam tersohor termasuklah imam suyuti .
Sumber : http://pondokbuku-rkukaudya.blogspot.com/2009_07_01_archive.html

Alfiyyat al-Suyuti fi 'ilm al-Hadith: Imam Suyuti, Small



Alfiyyat al-Suyuti fi \'ilm al-Hadith: Imam Suyuti, Small
Alfiyyat al-Suyuti fi 'ilm al-Hadith
Author
 Imam Jalaludin 'Abdul Rahman Bin Abi Bakr As-Suyuti
Paperback 222 Pages (Pocket Size)Published by Darussalam, Egypt
About the Book:
Alfiyyat al-Suyuti fi 'ilm al-Hadith, translated as The thousand poem lines regarding Hadith science, is one of the approved and accredited texts in the study of hadith science by one of the last Mujtahid and Hafidh Imam As-Suyuti. In it he explains every category of hadith science in a easy way that leaves out nothing which in turn makes easy memorisation for students needing to commit this to memory.

 
IDEAL FOR STUDENTS IN HADITH SCIENCE
About imam As-Suyuti:
Imam Jalaludin 'Abdul Rahman Bin Abi Bakr As-Suyuti, is Imam Jalal al-Din al-Misri al-Suyuti al-Shafi`i al-Ash`ari, also known as Ibn al-Asyuti 849-911AH /1445-1505),, the mujtahid imam and renewer of the tenth Islamic century, foremost hadith master, encyclopedist, historian, and biographer and probably one of the most prolific of all Islamic writers. There are an enormous number of his essays and treatises preserved today. A number of his writings concerned scientific topics or issues related to natural science and food and regimen, amongst other things
From Asyut in Egypt,he was among the most renowned and prolific Muslim scholars of all time. He wrote more than 300 books, covering every aspect of the Islamic sciences. He memorized the Qur’an at the age of ‘eight, and then went on to study with more than 150 scholars. He travelled extensively in his quest for knowledge — to Damascus, Hijaz, Yemen, India, Morocco, and the lands south of Morocco, as well as in Egypt.
Al-Suyuti devoted his life to learning, teaching and writing. He was noble, abstinent and self-sufficient, distancing himself from people of rank and power and living on what he earned by teaching. Major writings of al-Suyuti that remain widely used today include al-Itqan, on the Qur’anic sciences; and Tafsir al-Jalalayn, which he completed when only 22.



membeli kitab secara online
ada banyak lagi jenis kitab yang disediakan dari Imam as Suyuti .
lihat disini








Friday 14 September 2012

TAFSIR DURR MANTHUR OLEH IMAM AS-SUYUTI


Tafsir Al-Durr al-Manthur fi al-Tafsir bi al-Ma’thur:
Biodata al-Sayuti
Beliau ialah Abu al-Fadl Abd Rahman bin Kamaludin Abu Bakr bin Muhammad al-Khudairy al-Suyuti. Beliau terkenal dengan panggilan al-Suyuti merujuk kepada Bandar Asyut di Mesir. al-Sayuti dilahirkan di Kaherah pada bulan Rejab tahun 849H. Bapanya Kamaludin adalah antara ulama yang tersohor memiliki perpustakaan yang besar. Al-Idrusi meriwayatkan bahawa bapa kepada al-Sayuti meminta dari isterinya untuk mengambil buku dari perpustakaan tersebut dan pada waktu itu tiba waktu untuk melahirkan anak, lantas al-Sayuti dilahirkan di tengah-tengah buku sehingga beliau dipanggil Ibnu al-Kitab yang bermaksud anak kepada buku-buku. Dan beginilah hal keadaan al-Sayuti yang hidup dengan buku sehingga beliau bertemu dengan Allah swt.
Al-Sayuti dibesarkan dalam suasana ilmu walaupun bapanya meninggal dunia semasa beliau berusia enam tahun. Beliau belajar dengan tokoh ilmuan zamannya sehingga menjadi tokoh dalam tujuh disiplin ilmu iaitu tafsir, hadith, fiqh, nahu, ilmu balaghah( al-Maani, al-Bayan, al-Badi’).
Semasa berusia empat puluh tahun beliau memperuntukkan sepenuh masanya untuk menulis dan beribadat kepada Allah swt. Beginilah kehidupan al-Sayuti sehinga beliau wafat pada 17 Jamadil Awwal tahun 911H ketika berusia 62 tahun. Hasil usaha ini menyebabkan al-Sayuti Berjaya menghasilkan lebih dari 1194 judul tulisan berupa buku dan risalah kecil. Dalam bidang al-Quran sahaja beliau menghasilkan lebih dari empat puluh karya. Antara karya ulungnya dalam bidang al-Quran ialah al-Itqan fi Ulum al-Quran, Mu’tarik al-Aqran, Mufhamat al-Quran, Tanasuq al-Durar fi Tanasub al-Suwar, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir, al-Iklil fi Istinbat al-Tanzil
Metodologi Penulisan
Berhubung metodologi penulisan kitab ini, al-Sayuti menyebut di muqaddimah tafsirnya:
“ Saya telah menghimpunkan satu kitab tafsir bersanad kepada nabi saw, dimuatkan di dalamnya lebih 10 ribu hadith di antara marfu danmawquf dan telah sempurna dalam empat jilid lalu saya namakan Tarjuman al-Quran
Oleh kerana terdapat kekurangan semasa menghasilkan karya tersebut, beliau telah meringkaskannya
Tafsir al-Durr al-Manthur fi Tafsir bil Ma’thur
Al-Sayuti menulis tiga karya berhubung Tafsir bil Ma’thur
(a)Majma al-Bahrayn wa Matla al-Badrayn dan merupakan satu kitab tafsir yang besar kerana beliau menjadikan kitab al-Itqan sebagai pengantar kepada tafsir ini, sekiranya pengantar sudah banyak maka bagaimana tafsiran yang sebenar?Malangnya kitab ini tidak sampai kepada kita dan kita tidak pasti adakah al-Sayuti menghabiskannya atau tidak.
(b) Turjuman al-Quran. Dalam kitab ini al-Sayuti mengumpulkan riwayat-riwayat yang ma’thur meliputi 10000 hadith yang marfu’ dan mawquf dari Rasul saw dan para sahabat dalam empat jilid. Tafsir ini juga hilang dari khazanah perpustakaan umat Islam
(c ) Al-Durr al-Manthur fi al-Tafsir bi al-Ma’thur
Kitab ini adalah ringkasan kepada kitab Turjuman al-Quran. Setelah menamatkan penulisan tafsir dengan riwayat yang ma’thur, beliau melihat keperluan untuk meringkaskan tafsirnya dengan menggugurkan rangkaian perawi dan memadai dengan menyebut matan hadith yang marfu dan mawquf dalam tafsir al-Durr al-Manthur
Kitab ini ditulis sekitar 13 tahun sebelum kewafatannya seperti yang disebut dihujung tafsirnya:
“ Saya selesai menulis tafsir ini pada hari raya Aidil Fitri, tahun 898H”
Setiap tafsir dalam kitab ini merupakan riwayat ma’thurat diambil oleh Imam al-Hafiz al-Sayuti dari pelbagai buku dari kitab-kitab hadith yang sohih, sunan-sunan, musnad-musnad dan karya yang menghimpun kata-kata sahabat dan tabiin seperti musannaf Abdul Razaq dan musannaf Ibnu Abi Syaibah dan kitab-kitab tafsir yang ma’thur yang bersanad seperti tafsir al-Tabari, Tafsir Ibnu Abi Hatim, Tafsir Ibnu al-Munzir , tafsir Ibn Mardawaih, tafsir Abd bin Humayd dan lain-lain.
Dari segi metodologi, al-Sayuti hanyalah mengumpul dan menyebut riwayat-riwayat dalam tafsir tanpa mengira status riwayat tersebut sama ada sahih, daif bahkan ada riwayat yang palsu.
Sehubungan dengan ini Dr. Al-Dhahabi menyebut:
“ Al-Suyuti seorang lelaki yang tersohor dalam membawa riwayat yang banyak, walaupun dia seorang yang menguasai ilmu hadith dan ilalnya(kecacatan hadith) tetapi dia tidak memilih riwayat yang sahih sahaja dalam tafsirnya, karyanya ini perlu kepada penilaan sehingga dapat diambil isinya.

Sacred Pearls: 40 Hadith of Imam as-Suyuti

Collection of forty Hadiths on the Principle of Legal Judgements, Virtuous Actions and Asceticism - by Imam Jalal ad-Din as-Suyuti.

'Practical Application' is the common theme in Jalal ad-Din as-Suyuti's collection of Hadiths. Each of the forty hadith in this book is striking by its immediate relevance; whether on questions of legal judgement, virtuous action, or asceticism, the reader will find lessons that can be applied in almost any situation.

Jalal ad-Din as-Suyuti

Imam Jalal ad-Din as-Suyuti was a towering ninth century Egyptian scholar and is considered the reviver of his era. He was a prolific writer and has over 600 titles to his name, many of which are encylopaedic in nature and cover almost every science of his day. He travelled extensively to gather hadith, including Morocco, Chad, Syria, the Hjiaz, Yemen and even India.







http://www.youtube.com/watch?v=q-BAGdvYe1Q

Imam Sayuti, Mujaddid Dan Penulis Yang Produktif


Namanya adalah Abd Al-Rahmaan Ibn Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Saabiq Al-Khudairee Al-Suyuti dan gelarannya adalah Imam Suyuti. As Suyoot adalah satu tempat di Mesir di mana ayahnya dilahirkan dan salah seorang datuknya membuka sekolah atau madrasah di sana. Imam Suyuti lahir pada tahun 849H bersamaan dengan 1445 M di Cairo Mesir dan meninggal pada 911H pada umur 52 tahun. Beliau dibesarkan sebagai anak yatim, karena ayahnya meninggal ketika umurnya 5 tahun. Dia sudah menghapal Al Qur’an pada umur 8 tahun. Dia belajar ilmu lebih dari 150 orang syeikh yang memberi dia ijazah atau autorisasi untuk mensyarahkan dan mengajar ilmu-ilmu guru-gurunya. Umurnya juga pendek hanya 52 tahun. Kitab pertama yang ditulisnya adalah Sharh Al-Isti’aadha wal-Basamallah yang ditulisnya sewaktu berumur 17 tahun. Tetapi keaktifan menulis selepas umur 40 tahun dan ia dapat menghasilkan 600 buah kitab. Dalam masa hanya 12 tahun, dia dapat menghasilkan sebegitu banyak kitab. Artinya dia dapat menyiapkan sebuah kitab setiap minggu. Padahal kitab-kitabnya itu pula tebal-tebal dan perbahasannya dalam bermacam-macam jenis ilmu. Diantara kitabnya yang terkenal Al Itqan fi Ulumil Qur’an, Al Hawi lil Fatawa (dua jilid), Al Jamius Soghir (mengandungi matan-matan Hadith), Al-Jaami’-ul-Kabeer, tafsir Jalalain, Al Iklil, Dur Al Manthur, Sharh Al Alfiyyah, Tarilkh Al Khulafa, Al-Khulafah Ar Rashidun dan lain-lain lagi.
Kalaulah beliau menulis atas dasar membaca atau otak semata-mata, tentulah tidak mungkin. Dalam masa 12 tahun dapat menulis hampir 600 kitab atau dalam masa hanya 1 minggu dapat tulis sebuah kitab. Inilah ilmu laduni yang Allah anugerahkan kepada hambanya yang bertaqwa. Tidak heranlah hal ini boleh berlaku karena dalam kitab Al Tabaqatul Kubra karangan Imam Syakrani ada menceritakan yang ia dapat yakazah dengan Rasulullah SAW sebanyak 75 kali. Sempat bertanya tentang ilmu dengan Rasulullah SAW. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa Imam Suyuti bukan hanya pakar tauhid, fikih atau tasawuf, tapi ia juga pakar dalam berbagai bidang ilmu lainnya seperti astronomi, botani, zoologi, matematika dan sebagainya. Sayang kitab-kitab tulisan beliau tentang sains tidak sampai kepada kita di zaman ini, kecuali beberapa saja diantaranya sebuah kitab tebal tentang botani yang menceritakan tentang berbagai jenis tumbuhan obat dan khasiatnya dalam menyembuhkan berbagai penyakit. Kitab itu sudah diterjemah ke dalam Bahasa Inggris dan diterbitkan di London dengan judul As Suyuti’s Medicine of The Prophet. Tidak ada ulama atau saintis di zaman ini macam Imam Suyuti yang selain pakar dalam bidang ilmu-ilmu agama tapi pada saat yang bersamaan pakar dalam berbagai bidang sains dan teknologi. Begitulah kehebatan ulama sekaligus saintis Islam yang bertaqwa.
Di olah dari buku Membangun Sains, Teknologi Menurut Kehendak Tuhan
Karya Dr. Ing. Abdurrahman R. Effendi dan Dr. Ing. Gina Puspita

Hujjatul Islam: Imam Jalaluddin As-Suyuti, Sang Pencinta Ilmu (2)

REPUBLIKA.CO.ID, Dari para ulama dan cendekiawan yang menjadi gurunya, Al-Suyuti memperoleh ijazah dalam setiap bidang ilmu yang dipelajarinya. 

Karenanya tak mengherankan jika ijazah yang dimilikinya mencapai 150 buah sesuai dengan jumlah gurunya. Mengenai jumlah gurunya ini, telah ia ungkapkan dalam kitabnya, Husnul Muhadarah.

''Adapun guru-guru yang pernah aku ikuti pengajarannya dan memberi saya ijazah dalam bidang keagamaan, banyak sekali jumlahnya. Tetapi aku telah mengumpulkan nama-nama mereka, dan menghitung mereka hingga mencapai nomor 150,'' ungkapnya.

Pribadi sederhana

Karena kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, khususnya di bidang agama, As-Suyuti mendapat julukan Ibnul Kutub (anaknya para buku). Orang-orang yang pernah dekat dengan As-Suyuti semasa hidupnya mengenal sosok ulama Mesir yang satu ini sebagai pribadi yang sederhana, baik hati, saleh, takut kepada Allah, puas dengan rezeki yang telah ia terima dari profesinya sebagai guru. 

Mengenai sifatnya yang terakhir ini, banyak di antara para penguasa dan orang-orang kaya yang hidup di zamannya yang kerap menawarkan jabatan tinggi dan kehidupan mewah kepadanya. Namun, semua itu ia tolak dengan halus.

Selain menuntut ilmu, As-Suyuti juga menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan melakukan perjalanan ke sejumlah tempat, di antaranya ke Syam, Hijaz, Yaman, India dan Maroko. Namun saat menginjak usia lanjut, ia lebih memilih untuk tinggal dan menetap di tanah kelahirannya, Mesir. 

Dan sejak saat itu memilih untuk menarik diri dari khalayak ramai serta lebih banyak berdiam diri di dalam rumahnya dan menyibukkan diri dengan aktivitas menulis dan penelitian. Hal ini dilakukannya hingga ia jatuh sakit selama tujuh hari, yang berakhir dengan kematiannya pada bulan Jumadil Ula tahun 911 H, atau bertepatan dengan tahun 1505 M.

Kehidupan sehari-hari As-Suyuti tidak pernah jauh dari ilmu-ilmu yang pernah dipelajarinya. Karenanya masa hidupnya ia habiskan di bidang pendidikan. Ia sudah menjadi seorang guru di usianya yang terbilang masih belia, yakni 17 tahun. Ia juga tercatat pernah menduduki berbagai jabatan penting yang berkaitan erat dengan bidang pendidikan. Di antaranya ia pernah menjadi guru bahasa Arab pada tahun 866 H/1462 M, berwenang untuk memberikan fatwa di tahun 876 H/1472 M dan mengajar hadits di Universitas Ibn Tulun. 

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/12/m0rupr-hujjatul-islam-imam-jalaluddin-assuyuti-sang-pencinta-ilmu-2habis

Hujjatul Islam : Imam Jalaluddin As-Suyuti, Sang Pencinta Ilmu (1)

Imam Jalaluddin As-Suyuti adalah seorang penulis berkebangsaan Mesir, ulama sekaligus pakar hukum dan guru di bidang teologi Islam.

Nama lengkapnya adalah Abu Al-Fadl Abdurrahman bin Abu Bakar Jalaluddin As- Suyuti. Kata As-Suyuti yang tersemat dalam namanya merujuk pada sebuah kota di pinggriran Mesir bernama Asyut, yang merupakan tempat kelahiran sang ayah dan tempat di mana sang kakek mendirikan sebuah sekolah.

Imam As-Suyuti lahir di bulan Rajab 849 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1445 Masehi di Kairo, Mesir. Ayahnya, Al-Kamaal, merupakan seorang ahli fikih dari mazhab Syafi’i.

Sementara kedua kakeknya dikenal sebagai pemimpin dan pemuka yang amat disegani di daerah tempat tinggalnya, sebagaimana diungkapkan As-Suyuti dalam kitab Husnul Muhadarah.

Ia dibesarkan sebagai seorang yatim piatu setelah ayahnya meninggal saat usianya baru menginjak lima tahun. Sepeninggal ayahnya, ia diasuh oleh Al-Kamaal Ibn Al-Hamam, seorang ahli hukum dari mazhab Hanafi sekaligus orang yang dipercaya oleh almarhum ayahnya untuk mengasuh dan mendidik As-Suyuti.

Ketika menginjak usia delapan tahun, Al-Suyuti berhasil menghafal seluruh isi Alquran. Tak hanya menghafal Alquran, sejumlah kitab-kitab fikih juga berhasil ia hafal, di antaranya Al-Umdah, Minhaaj Al-Fiqh wal Ushul, dan Alfiyyah Ibn Malik.

Pada tahun 864 H, saat usianya 15 tahun, dia mulai secara intens mempelajari berbagai macam pengetahuan agama. Ia mempelajari fikih dan pengetahuan tentang tata bahasa Arab dari beberapa guru yang berbeda. Ia juga belajar hukum waris kepada para ulama besar, salah satu di antaranya adalah Syekh Shihabuddin Al-Shaar Masaahi.

Sementara ilmu fikih, ia pelajari dari Syekh Al-Islam Sirajuddin Al-Balqini. Ia berguru kepada Al-Balqini hingga sang guru tutup usia pada 878 H. Sepeninggal Syekh Al-Balqini, Suyuti melanjutkan belajar ilmu fikih dan tafsir kepada Syekh Sharafuddin Al-Manawi. Gurunya ini adalah seorang cendekiawan yang menulis kitab Faidul Qadir, yang merupakan penjelasan tentang kitab As-Suyuti, Al-Jaami’us Shagir.

Ilmu-ilmu hadits dan bahasa Arab juga ia pelajari di bawah bimbingan Taqi’uddin Al-Shumni Al-Hanafi. Ia juga mempelajari tafsir, usul fikih, dan ma’ani dengan cara hadir dalam pertemuan yang digagas oleh seorang ulama besar, Al-Kafiji. Hal tersebut, ia jalani hampir empat belas tahun lamanya. Dari Al-Kafiji kemudian ia memperoleh ijazah dalam bidang keagamaan. Ia juga rajin mengikuti kelas kajian tafsir dan balaghah yang diselenggarakan oleh Saifuddin Al-Hanafi.


KISAH IMAM SUYUTI


Nama sebenarnya: Abdul Rahman bin Abu Bakr As-Suyuti
Imam As-Suyuti  atau disebut Imam Sayuti terkenal kerana alimnya dalam ilmu Hadis sehingga beliau digelar ‘Syeikhul Hadis’. Di samping itu beliau juga terkenal sebagai seorang yang diberi oleh Allah banyak Karamah.

Kelebihan Imam Suyuti dalam ilmu Hadis menyebabkan beliau sering difitnah oleh orang-orang yang menaruh hasad terhadapnya.
Di Mesir, beliau pernah memberi fatwa yang tidak disenangi oleh beberapa orang yang merasa bersalah akibat fatwanya itu. Mereka menghasut supaya beliau disakiti. Seorang lelaki telah memukulnya dan melemparkan beliau ke dalam sebuah kolam bersama pakaiannya.

Imam Suyuti kemudian meninggalkan Mesir dan enggan datang lagi ke negeri itu, sementara orang yang memukulnya hidup melarat dan merasa lapar sepanjang waktu. Dia sentiasa berhutang dengan orang lain untuk membeli makanan, tetapi tidak berdaya membayar hutangnya. Setiap hari orang datang mengetuk pintunya menagih hutang, namun dia masih berhutang dengan orang lain.

Ada sekumpulan orang hendak menguji Karamah Imam Suyuti, lalu mereka meminta beliau menyatakan (menerusi kasyafnya) apa yang akan terjadi pada seorang penguasa daerah yang terkenal zalim terhadap rakyat di daerah itu.

Imam Suyuti berkata, penguasa yang zalim itu pada sekian hari akan terbunuh dan akan diganti dengan orang yang namanya fulan bin fulan.

Denagn niat buruk, mereka menyampaikan ramalan Imam Suyuti itu kepada penguasa yang zalim itu hingga penguasa itu memerintahkan orang-orangnya mencari Imam Suyuti untuk dihukum bunuh.
Tetapi Imam Suyuti berjaya meluluskan dirinya dan tidak dapat dikesan selama 40 hari hingga penguasa yang zalim itu sendiri terbunuh dan diganti dengan penguasa yang lain.

Syeikh Najmul Ghazi meriwayatkan dari seorang khadam Imam Suyuti yang bernama Muhammad bin Ali Al Hibak yang bercerita bahawa Imam Suyuti pernah berkata kepadanya : ‘Aku akan bawa engkau ke Masjid Al Haram untuk bersembahyang Asar, dengan syarat engkau tidak memberitahu sesiapa tentang hal ini sepanjang hayatku.’

Khadam itu bersetuju mematuhi syarat tuannya itu. Maka Imam Suyuti pun memegang tangannya dan menyuruh dia memejamkan matanya. Kemudian dia ditarik oleh Imam Suyuti berjalan sejauh 27 langkah. Kemudian beliau disuruh membuka matanya.

Kata khadam itu : ‘Masa aku membuka mata, aku lihat kami sedang berada di Ma’la dekat kuburan Siti Khadijah. Kami menziarahi kuburnya dan kubur Imam Fudhail bin Iyadh dan Sufyan bin Uyainah. Kemudian kami masuk ke Masjid Al Haram dan tawaf serta minum air Zam-zam. Bila sampai waktu Asar kami pun sembahyang Asar berjama’ah.

Kemudian Imam Suyuti berkata : ‘Perjalanan kita dari Mesir ke Makkah ini tidak menghairankan. Lebih hairan, ada seorang Mesir yang duduk hampir dengan kita tapi tidak mengenal kita’.

Imam Suyuti berkata : ‘Sekarang tugas kita di sini telah selesai. Jika kamu mahu tinggal di sini saya izinkan.’ Tetapi khadamnya lebih suka untuk pulang. Lalu Imam Suyuti memegang tangannya dan membawa dia berjalan tujuh langkah sambil memejamkan matanya.

Bila dia membuka matanya, dilihatnya mereka sedang berada di daerah Juyusyi, di kota Khahirah. Dia mengikut Imam Suyuti ke Masjid Ibnu Tulun dengan menunggang keldainya.

Salah seorang murid Imam Suyuti bernama Syeikh Abdul Qadir As-Syadhili meriwayatkan bahawa Imam Suyuti pernah berkata : ‘Aku pernah berjumpa dengan Rasulullah s.a.w. dalam keadaan jaga (bukan dalam mimpi). Aku dipanggilnya : ‘Wahai Syeikhul Hadis!’ Dan aku pernah bertanya : ‘Ya Rasulullah s.a.w. apakah aku termasuk ahli syurga?’ Rasulullah menjawab : ‘Ya benar.’ Aku bertanya lagi : ‘Tanpa diseksa dahulu?’ Baginda menjawab : ‘Ya, sesuka hatimu.’

Syeikh Abdul Qadir As-Syadhili pernah bertanya : ‘Wahai tuan guru, berapa kali tuan berjumpa dengan Rasulullah s.a.w. dalam keadaan jaga?’ Imam Suyuti menjawab : ‘Lebih 70 kali.’
Imam Suyuti wafat di Kaherah, Mesir tahun 911 Hijriyah

AL-IMAM AS-SUYUTI MENGHASILKAN KARYA DALAM ILMU AL-QUR’AN ABAD KE-8


Al-qur’an sebagai Kalamullah yang diturunkan kepada RasulNya menjadi pegangan hidup dunia dan akhirat, memiliki porsi perhatian yang sangat besar dari kalangan sahabat, tabi’in, dan ulama salaf terdahulu. Begitu besar perhatian ini sehingga pada zaman Rasul, beliau memerintahkan para sahabat untuk tidak menulis melainkan Al-qur’an. karena ditakutkan adanya percampuran antara teks al-qur’an dengan yg lainnya. Diantara para sahabat banyak yang hafal Al-qur’an diluar kepala. Setiap ada ayat baru turun, rasul langsung memerintahkan para sahabat untuk menulisnya di pelepah-pelepah kurma dan pepohonan. Ini karena minimnya sarana penulisan saat itu. 

  Begitulah perjalanan Al-qur’an dari generasi ke generasi. Sejak awal abad meninggalnya Rasul. Kemudian dilanjutkan oleh khulafa Ar-Rasidin dan para tabi’in dari abad ke abad hingga saat ini teks Al-qur’an tetap murni terjaga keabsahan dan validitasnya tanpa ada perubahan satu hurufpun


  Tumbuh suburnya karya-karya ulama salaf terdahulu dari abad ke abad mengenai Al-qur’an dan ilmunya menjadi salah satu bukti besarnya pertahatian terhadap ilmu Al-quran. Hingga pada abad ke-8 H lahirlah salah satu punggawa ternama Al-qur’an yang telah banyak menelurkan karya besar dalam ilmu al-qur’an. Beliaulah yang biasa kita kenal saat ini dengan sebutan Al-Imam As-Suyuti.



TUMBUHNYA AL-IMAM AS-SUYUTI

 Belilaulah Jalaluddin Abdurrahman Ibnu Kamal Abu Bakr Muhammad Ibnu Sabiq Al-Din Ibnu Al-Fahkr Utsman bin Fakhiruddin bin Muhammad bin Saifuddin khadar bin Najmuddin bin sholah Ayyub Ibnu Nasiruddin Muhammad Ibnu Syeihk Hammahuddin Al-Hamam Al-Khadiry Al-Asyud.
  Beliau lahir setelah shalat magrib,malam ahad pertengahan bulan rajab tahun 849 H. Beliau berafiliasi bersama keluarganya di kota Asyud sejak beberapa generasi sebelumnya, dan diperkirakan asal asli keluarga beliau dari Masriq.
  Al-Iman As-Suyuti tumbuh besar di lingkungan keluarga yang berpendidikan, dan terkenal berilmu. Ayah beliau meninggal saat beliau berusia 5 tahun. Sejak itu pula beliau mulai menghafal Al-qur’an dan hadist. Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama. Mulai kecil telah tampak pada diri beliau kecerdasan dan intelegensi yang sangat luar biasa. Sebagaimana beliau berkata tentang riwayat hidupnya:
  “Aku hidup sebagai seorang yatim, aku hafal al-qur’an saat umurku kurang dari delapan tahun, kemudian aku mengahafal kitab “al-umdah” dan “minhaju al-fiqh dan ushul” dan “Alfiyah Ibn Malik”.
 Semua ini selain suatu anugerah Allah yang maha kuasa, faktor keluarga juga sangat menentukan dalam pembentukan kepribadian As-Suyuti sehingga bisa menjadi ulama yang menguasai banyak cabang ilmu agama. Diketahui bahwa ayah beliau adalah salah satu ulama terkemuka saat itu yang menguasai ilmu-ilmu agama bahkan sempat menjabat sebagai mufti untuk daerah Asyud. Sehingga tidak diragukan lagi bahwa sejak kecil beliau tumbuh dalam lingkungan ilmiah. Yang menjunjung tinggi akan arti pentingnya ilmu.


AKHLAQ DAN KEPRIBADIANNYA

 Tidaklah As-Suyuti terkenal hanya dengan julukan sosok pribadi yang berilmu luas, sebagaimana teracatat dalam sejarah perjalan islam. Tetapi lebih dari itu beliau dikenal memiliki akhlaf dan sifat terpuji yang menjadikannya memiliki kedudukan yang mulia dihadapan tuhan dan manusia.


KARYA-KARYA AL-IMAM AS-SUYUTI
 
 As-Suyuti adalah salah satu ulama yang sangat produktif dalam menghasilkan karya. Hasil pemikiran beliau begitu melimpah hingga mencapai 792 buku. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh penulis buku”al-matoli as-saidah fi syarhi al-faridah”. Bukan hanya dalam bidang Al-qur’an tetapi dalam bidang lain seperti: fiqh, balaghah, sejarah, tasawwuf, kedokteran, juga ilmu logika. Dibawah ini disebutkan beberapa karya-karya beliau yang termashur
 
Bidang tafsir dan ilmu al-qur’an:
  -al-itqhan fi ulum al-qur’an
  -tafsir jalalain
  -tabaqot al-mufassirin
  -lubbabu an-nuqul fi asbabi an-nuzul
  Bidang hadist:
  -tanwir al-hawaik fi syarhi muwatta al-imam malik
  -al-jami al-kabir
  -al-jami as-shagir
 
 Itulah beberapa sampel buku karya beliau yang hingga kini tetap dibaca dan berguna bagi umat muslim khususnya. Beliau telah meninggalkan warisan yang luar biasa yang tidak bisa dinilai dengan materi. Memberikan dampak signifikan guna penyebaran dan kejayaan islam. 




WAFATNYA AS-SUYUTI
 
 Beliau wafat malam jum’at 13 umadil la 911 H. Setelah 7 hari tidur diperbaringan karena ditimpa penyakit tumor yang sangat ganas di lengan sebelah kiri. sehingga genaplah usia beliau 61 tahun saat meninggalkan dunia fana ini. Lalu beliau di makamkan di sebelah makan ayahnya di “hush kusun”.


Imam Al Hafidz Jalaluddin Abdurrahman As Suyuti

Nama,  Garis keturunan, dan nisbat yang dimilikinya:
As-Sayuthi  nama lengkapnya adalah Al-Hafizh Abdurrahman ibnu Al- Kamal Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiq ad-Din Ibn Al-Fakhr Utsman bin Nazhir ad-Din al-Hamam al-Khudairi al-Sayuthi. Penulis Mu`jam al-Mallifin menambahkan: Athaluni al-Mishri Asy-Syafi`i, dan diberi gelar Jalaluddin, serta di panggil dengan nama  Abdul Fadhal.
Ia berasal dari keturunan non arab, yang dalam hal ini asy-Suyuthi sendiri pernah mengatakan:Ada seorang yang bisa saya percaya pernah menuturkan kepada saya, bahwa dia pernah mendengar ayah saya mengatakan bahwa kakek buyut ayah adalah orang non arab dari timur. Ia menghubungkan garis keturunannya demikian: Kakek buyut saya adalah Damam ad-Din, seorang ahli hakikat dan guru tarekat. Darinya lahir tokoh-tokoh dan pemimpin, antara lain ada diantara mereka yang menjadi kepala pemerintahan di daerahnya, ada pula yang menjadi  Hakim Perdata, dan ada pula yang menjadi pedagang. Namun tidak ada seorangpun diantara mereka yang saya ketahui menekuni ilmu secara sungguh-sungguh kecuali ayah saya.

Kelahiran dan pertumbuhannya.
As-sayuthi dilahirkan di wilayah Asyuth sesudah magrib pada malam ahad, bulan Rajab 849 H, begitulah ia mengatakannya sendiri,  dan para sejarawan sepakat tentang tahun kelahiran ini, kecuali ibnu Iyas dan Ismail Pasha al-Bagdadi yang menganggap bahwa kelahiran as-Sayuthi adalah pada bulan Jumadil akhir. Ia dibesarkan dalam keadaan yatim piatu. Ayahnya meninggal dunia pada malam senin, 5 Safar 855 H, pada saat ia masih berusia 6 tahun.

Perjalanan dan masa menuntut ilmu:
Pada usia yang amat sangat muda ia  telah hafal Al-Quran, dan hafalan ini menjadi sempurna betul ketika ia menginjak usia 8 tahun. Setelah itu ia lanjutkan dengan menghafal kitab-kitab semisal al-`Umdab, Minhaj fiqh, Al-Ushul, dan Al-fiyah ibn Malik.
Selanjutnya ia menekuni berbagai bidang ilmu dan saat itu usianya baru menginjak usia 16 tahun, yakni pada tahun 864 H. Ia mempelajari Fiqh dan Nahwu dari beberapa guru, dan mengambil ilmu Faraid dari ulama di jamannya yakni Syeikh Syihab ad-Din asy-Syarmasahi, lalu menimba ilmu Fiqh kepada syeikhul Islam Al-Balqini sampai yang disebut terakhir ini wafat, dan dilanjutkan oleh putranya `Ilmuddin Al-Balqini. Ia kemudian berguru kepda Al-Ustadz   Muhyiddin Al-Kafayaji selama 14 tahun. Dari ulama ini ia menyerap ilmu Tafsir dan Ushul, bahasa  dan ma`ani, lalu  menyusun buku-buku ringkas tentang ilmu-ilmu ini.
Ia banyak melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu, antara lain ke kota Al-Fayun, Al-Mihlah, Dimyat, lalu menuju Syam dan Hijaj, dan seterusnya ke Yaman, India dan al-Maghrib (Maroko).
As-Sayuthi kemudian dikenal dengan orang yang begitu dalam ilmunya, dalam tujuh disiplin ilmu : Tafsir Hadist, Fiqh , Nahwu, Ma`ani, Bayan dan Badi`, melalui para ahli bahasa dan Balaqhah.

Kegiatannya menuntut ilmu:
Di dalam usahanya menuntut ilmu as-Sayuthi telah mendatangi syeikh Safuddin Al-Hanafi dan berulangkali mengkaji kitab Al-Mukasyaf dan At-Taudhih. Ia pernah pula dikirim orang tuanya mengikuti majelis yang diselenggarakan oleh al-Hafidz ibnu Hajar, dan mengkaji shahih Muslim sampai hampir tamat. Kepada ash-Shyairafi di samping kitab-kitab lain seperti As Syifa`, Al-Fiyah ibnu Malik, Syarh-Asyudur, al Mughni - sebuah kitab Ushul Fiqh Mazhab Hanafiyah dan syarhnya pada Syams al- Marzabani al-Hanafi, dan mendengarkan pengajian kitab al-Mutawassith serta as-Safiyah berikut syarhnya yang ditulis oleh al-Jarudi yang disampaikan oleh ulama ini. Selain itu, juga mempelajari Alfiah karya al-`Iraqi, dan menghadiri pengajian ilmiah yang diberikan al-Balqini. Dari ulama yang disebut terakhir itu, as-Sayuthi menyerap ilmu yang tidak terhingga jumlahnya. Sesudah itu ia tinggal bersama asy-Syaraf al-Manawi, hingga ulama ini meningggal dunia. Dari ulama ini as-Sayuthi menimba ilmu yang tidak terbilang juga banyaknya. Lalu secara tetap pula mengikuti pengajian yang diberikan oleh Saifudin muhammad bin muhammad al-Hanafi, serta pengajian-pengajian yang diberikan oleh al-`alamah asy-Syamani dan al-Kafiji.
Kendatipun demikian, ia tetap mengatakan bahwa ia tidak banyak mempelajari ilmu-ilmu riwayat, melebihi perhatiannya terhadap masalah yang dianggapnya paling penting dalam disiplin ilmu ini, yakni ilmu dirayah hadits.

Guru, murid dan sejawatnya:
as-Sayuthi mengakui sekitar seratus lima puluhan orang ulama sebagai gurunya, dan yang menonjol diantaranya adalah:
  • Ahmad zas-Syarmasahi
  • `Umaral-Balqini
  • Shalihbin Umar bin Ruslan al-Balqini
  • Muhyidinal-Kafiji
  • Al-Qadhi syarafudin al-Manawi
Sementara itu beribu-ribu orang telah pula berguru kepada dirinya, dan diantara mereka yang paling menonjol antara lain:
  • Syamsudin asy-sakhawi.
  • `Ali al-Asymuni.

Akidahnya:
Dari karangan-karangan yang membela para sahabat dan tetap berpijak pada sunnah, maka tampaklah bahwa mazhab yang dipilihnya adalah mazhab ahlus sunnah. Tidak ada hal lain yang dapat diketahui tentang dirinya dalam persoalan ini, selain kecendrungannya kepada tasawuf yang telah dirintis oleh kakek buyutnya Hamam.
Kendatipun demikian, ilmunya yang demikian mendalam tentang Al-Qurn dan sunnah, telah mampu membentengi dirinya dari penyimpangan-penyimpangan yang banyak dialami oleh para pengikut aliran sufi, yang jauh menyimpang dari Al-Quran dan Sunnah.

Pengaruh intelektualitasnya:
Begitu usianya menginjak 40 tahun, ia segera mengasingkan diri dari keramaian, dan menunjukkan perhatian dalam bidang karang-mengarang, sehingga hanya dalam waktu  22 tahun saja ia telah membanjiri perpustakaan-perpustakaan Islam dengan karya-karyanya dalam berbagai bidang, ilmu dalam jumlah sekitar 600 judul, semisal tafsir dan ilmu tafsir, Hadits dan ilmu Hadits, Fiqh dan Ushul Fiqh, bahasa Arab dengan berbagai cabang ilmunya, sirah Nabawiyah, dan Tarikh.
Penullis hidayah al-A`rifin mengemukakan sejumlah besar karangan yang telah ditulis oleh asy-Sayuthi yan jumlahnya mendekati apa yang kami sebutkan itu, yang diakui kebenarannya oleh yang bersangkutan.
Cukuplah sekiranya di sini bisa kami sebutkan saja beberapa diantara karya-karyanya yang paling menonjol dalam ilmu Hadits lantaran kaitannya yang demikian erat dengan topik kajian  kita sekarang ini.

Pertama: tentang Hadits
  • Zahr ar-Rabbiy Ala Mujtaba Li an-Nasa`i
  • Al-Hawalik `Ala Muwaththa` Malik.
  • Marqat ash-Shu`ud Syarkh Sunan Abi Dawud.
  • Jam`u aljawami` Aw al-jami` al-Kabir.
  • al-Jami` ash-Shaghir wa Dzailuh.

Kedua:  Dalam ilmu Hadits.
  • Tadrib ar-Rawi bi syarkh Tawqrib an-Nawawi.
  • Al al-fiyah fi al-Hadits.
  • As`af al-mabtha` bi Rijal al-Muhtha`.
  • Durr as-sahabah Fi Man Nazal al-Nishir Min al shahabah.
  • Natsr al-Abir fi Takhrij Ahadits asy-syarkh al-Kabir

Wafatnya:
Hidup syaikh as-syayuthi sarat dengan kegiatan menghimpun ilmu dan mengarang. Untuk itu ia mengeram dirinya di rumah dalam kamar khusus yang di sebut Raudhah al-Miqyas dan hampir-hampir tidak beranjak dari situ. Ia terus menerus terlibat dalam hal ini hingga akhir hayatnya sesudah menderita sakit dan kelumpuhan total pada tangan kirinya selama seminggu. Nampaknya karena sakit yang di derita inilah ia lalu meninggal dunia pada hari kamis, 19 Jumadil Ula 911 H di tempat kediamannya, lalu dimakamkan di Hausy Qousun.

IKHWAN ditangan Imam Jalaludddin As Suyuti RH ( abad 9 Hijrah ).



Ikhwan adalah suatu nama yang umum, namun golongan yang digelar Ikhwan adalah suatu yang jarang-jarang berlaku dalam sejarah Islam. Sepanjang sejarah umat Islam yang sudah lebih seribu empat ratus tahun ini, hanya beberapa peristiwa sahaja yang menggunakan nama Ikhwan, itupun sebahagiannya tidak sepopular mana pada mata masyarakat seluruh dunia. Ini membuktikan lagi bahawa hadis-hadis mengenai golongan Ikhwan ini memang tidak popular, baik pada ulamanya, para pemimpinnya, rakyat jelata dan umum masyarakat. Dan dikeranakan itu pulalah, dengan mudah kita dapat membezakan antara yang benar-benar mengikut hadis atau hanya menumpang nama sahaja atau termenggunakan nama Ikhwan itu secara tidak sengaja.



 IKHWAN ditangan Imam Jalaludddin As Suyuti RH ( abad 9 Hijrah ).
Sejarah terawal penubuhan anggota Ikhwan adalah pada abad kesembilan Hijrah dahulu, oleh Imam as-Suyuti RH. Memang kita ketahui bahawa Imam as-Suyuti RH banyak mengkaji hadis berkenaan peristiwa akhir zaman, banyak fahamnya termasuk yang seni-seni mengenainya dan beliau juga ternyata amat berminat dengan hal-hal yang sedemikian. Beliau pernah menubuhkan jemaahnya sendiri yang dikenali sebagai golongan Ikhwan, mengambil sempena golongan Ikhwan yang disebut-sebut oleh hadis Nabi SAW. Mereka ini berpakaian hijau manakala yang perempuannya berpakaian hitam, semasa berjalan sentiasa bergerombolan dan tinggal di kawasan Timur, iaitu di timur Palestin. Mereka tidak mengangkat senjata dalam perjuangan mereka, sama seperti yang disebut oleh hadis-hadis dan akhirnya bubar setelah beberapa lama masa berlalu.

Mereka mendapat didikan agama dan mempunyai kefahaman yang hampir sama dengan pemimpin mereka iaitu Imam as-Suyuti RH sendiri. Sayangnya, jumlah mereka tidaklah tepat 314 orang seperti yang disebutkan oleh hadis dan tempat tinggal mereka juga tidaklah tepat di Timurseperti yang dinyatakan oleh hadis. Zaman mereka muncul juga adalah tidak bertepatan dengan masa yang sebenar, walaupun mereka ini muncul pada awal kurun Hijrah.
Pemimpin mereka iaitu Imam as-Suyuti RH bukanlah Pemuda Bani Tamim yang disebut-sebutkan itu. Mereka juga tidak menanti Imam Mahdi muncul kerana matlamat utama Imam as-Suyuti RH berbuat demikian adalah untuk mendapatkan keberkatan sahaja, moga-moga beliau dan anggota Ikhwannya itu mendapat satu pahala, iaitu pahala berijtihad. Jika betul ijtihadnya, mereka mendapat dua pahala dan jika salah ijtihad itu, tetap mendapat satu pahala, iaitu pahala berijtihad. Mereka juga sebenarnya mendapat pahala-pahala lain iaitu pahala berusaha, pahala berjuang dan pahala beramal secara berjemaah.
Itulah golongan pertama yang diketahui sejarah menggunakan nama Ikhwan dalam perjuangan mereka

Syaikh Albani wahabi mengubah Kitab Jami’ushaghir Imam Suyuti

Kitab Al-Jamius Shaghir ditulis oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Nama lengkap beliau adalah Jalaluddin abdurrahman ibn Kamaluddin Abi Bakr ibn Muhammad al-Suyuthi. Beliau lahir tahun 849 H atau tahun 1445 M di Asyuth Mesir dari keturunan orang-orang terkemuka di negeri itu dan wafat tahun 911 H atau 1505 M. Ayah beliau wafat pada waktu beliau berumur 6 tahun, sehingga beliau tumbuh sebagai anak yatim.







Untuk memuaskan dahaganya akan ilmu, maka selain di negerinya sendiri, beliau pun mencari ilmu dan merantau ke negeri-negeri seperti Syam, Hijaz, Yaman, India, Maghribi, dan negeri-negeri lain; serta berguru pada para ulama terkenal yang menguasai berbagai disiplin ilmu saat itu, yang jumlahnya kurang lebih 150 orang. Di antara ulama itu ialah Syaikh Syihabuddin al-Syarmasahi, Syaikhul Islam Alamuddin al-Bulqini, putera al-Bulqini, Syaikhul Islam Syarafuddin al-Manawi, Taqiyuddin al-Syibli, Muhyiddin al-Khafiji, Syaikh al-Hanafi, dan lain-lain. Bidang keilmuan yang beliau kuasai sangat luas, antara lain Tafsir, Hadits, Fiqh, Nahwu, Ma’ani, Bayan, dan Badi’ menurut cara orang Arab yang baligh, bukan menurut cara orang Ajam (non-Arab) dan ahli-ahli filsafat (keterangan ini dapat diperoleh dalam kitab beliau Husnul Muhaadlarah).


Sesungguhnya kitab hadits Al-Jami’ Ash-Shaghir karangan Al-Hafidz As-Suyuthi merupakan salah satu kitab hadits yang paling lengkap pokok pembahasannya, paling banyak manfaatnya, paling sederhana penyusunannya. dan yang menjadi kekhasan kitab ini adalah hadits-hadits yang tercantum diurutkan berdasarkan urutan huruf hijaiyah.Kitab jamius Shaghir beliau selesaikan pada tahun 907 H, 4 tahun sebelum beliau wafat (911 H). Dan ini sungguh suatu jihad yang dilakukan oleh seorang ulama untuk mengumpulkan dan menyusun sebuah kitab sehingga manfa’atnya dapat dirasakan oleh ummat setelahnya. Beliau juga menyusun secara terpisah appendix (lampiran) bagi kitabnya ini dengan judul Ziyaadah Al Jami’. Dalam salah satu tulisannya beliau berkata,”Ini adalah appendix bagi kitab karangan saya yang bernama Al Jamius Shaghir Min hadits Al basyir An Nadzir, dan saya memberinya nama Az Ziyadah Al Jami’. Kode yang terdapat dalam appendix ini sam dengan kode dalam kitab Al Jami’, dan susunannya pun sama dengan yang terdapat dalam kitab Al jami’”


Akan tetapi masih banyak koreksi hadits dari para ulama yang lain diantaranya Al-Imam Al-Mannawi -rahimahullah- dalam kitabnya Al-Faidhul Qodir Syarh Al-Jamius Shaghir, juga Appendix kitab Al-jami’, yakni Az-Ziyadah Al-Jami’ juga beliau komentari dalam kitabnya Miftah As-Sa’dah bi Syarhi Az-Ziyadah. Dalam kitabnya ini, Beliau berupaya mengkritisi derajat hadits yang terkandung dalam kitab Al-Jamius Shaghir, namun sayangnya tidak semua hadits beliau teliti.
Entah dengan alasan tersebut atau maksud lain, maka seorang yang katanya ulama hadits tapi belum punya julukan AL-HAFIZH tetapi berani membuat KITAB TANDINGAN JAMI’US SHAGHIR. Orang ini namanya tersohor dikalangan WAHABI SALAFI tapi keulama’annya terdengar ANEH ditelinga Ahlussunnah wal Jama’ah pada umumnya. Siapa dia kalau bukan Nashiruddin Al-Albani yang mengklaim dirinya telah menyempurnakan kitab Jami’us Shaghir dengan LABEL SHAHIH AL-JAMI’ ASH-SHAGHIR WA ZIYADATUH. Juga begitu beraninya Al-Bani ini mendho’ifkan banyak hadits shahih Imam Bukhari.


Untuk membedakan mana Kitab Jami’us Shaghir milik Ahlussunnah Imam Suyuthi dan Kitab Jami’us Shaghir milik WAHABI SALAFI karangan Al-Bani perhatikan gambar dibawah ini.
Jami’us Shaghir As-Suyuthi syahadatnya memakai kata “SAYYIDINA.” Dan tidak melabelkan kata SHAHIH. Hal ini menggambarkan katawadhuan beliau akan kekurangan-dan kelemahan sebagai manusia yg tidak bisa terlepas dari kesalahan.


Bandingkan dengan Jami’us Shaghir karangan Al-Bani yang dengan bangganya melabelkan kata “SHAHIH” yang dimana secara nalar sehat menggambarkan kegeniusan dan hapalannya akan ilmu dan hadits-hadits Nabi, meskipun dia belum memiliki julukan AL-HAFIZH (banyak menghapal hadits-hadits Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam), dan juga tidak mau menyebutkan kata “SAYYIDINA” dalam membaca syahadat Rasul.


Ikhwan wa Akhwat fillah…………..hati-hati dan waspada dengan propaganda ulama-ulama WAHABI SALAFI yg bisanya hanya menyalahkan, mendho’ifkan kitab-kitab ulama salaf dan hadits-hadits Nabi, sementara mereka tidak lain hanyalah ulama pemecahbelah umat islam.

Imam Suyuti r.a.



Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah. Selawat dan salam buat Rasulullah s.a.w.
Nama sebenar: Abdul Rahman bin Abu Bakr As-Suyuti
 Imam As-Suyuti terkenal kerana alimnya dalam ilmu Hadis sehingga beliau digelar ‘Syeikhul Hadis’. Di samping itu beliau juga terkenal sebagai seorang yang diberi oleh Allah banyak Karamah.
 Kelebihan Imam Suyuti dalam ilmu Hadis menyebabkan beliau sering difitnah oleh orang-orang yang menaruh hasad terhadapnya.
 Di Mesir, beliau pernah memberi fatwa yang tidak disenangi oleh beberapa orang yang merasa bersalah akibat fatwanya itu. Mereka menghasut supaya beliau disakiti. Seorang lelaki telah memukulnya dan melemparkan beliau ke dalam sebuah kolam bersama pakaiannya. 
Imam Suyuti kemudian meninggalkan Mesir dan enggan datang lagi ke negeri itu, sementara orang yang memukulnya hidup melarat dan merasa lapar sepanjang waktu. Dia sentiasa berhutang dengan orang lain untuk membeli makanan, tetapi tidak berdaya membayar hutangnya. Setiap hari orang datang mengetuk pintunya menagih hutang, namun dia madsih berhutang dengan orang lain.
 Ada sekumpulan orang hendak menguji Karamah Imam Suyuti, lalu mereka meminta beliau menyatakan (menerusi kasyafnya) apa yang akan terjadi pada seorang penguasa daerah yang terkenal zalim terhadap rakyat di daerah itu.
 Imam Suyuti berkata, penguasa yang zalim itu pada sekian hari akan terbunuh dan akan diganti dengan orang yang namanya fulan bin fulan.
 Denagn niat buruk, mereka menyampaikan ramalan Imam Suyuti itu kepada penguasa yang zalim itu hingga penguasa itu memerintahkan orang-orangnya mencari Imam Suyuti untuk dihukum bunuh.
 Tetapi Imam Suyuti berjaya meluluskan dirinya dan tidak dapat dikesan selama 40 hari hingga penguasa yang zalim itu sendiri terbunuh dan diganti dengan penguasa yang lain.
 Syeikh Najmul Ghazi meriwayatkan dari seorang khadam Imam Suyuti yang bernama Muhammad bin Ali Al Hibak yang bercerita bahawa Imam Suyuti pernah berkata kepadanya : ‘Aku akan bawa engkau ke Masjid Al Haram untuk bersembahyang Asar, dengan syarat engkau tidak memberitahu sesiapa tentang hal ini sepanjang hayatku.’
 Khadam itu bersetuju mematuhi syarat tuannya itu. Maka Imam Suyuti pun memengang tangannya dan menyuruh dia memejamkan matanya. Kemudian dia ditarik oleh Imam Suyuti berjalan sejauh 27 langkah. Kemudian beliau disuruh membuka matanya. 
Kata khadam itu : ‘Masa aku membuka mata, aku lihat kami sedang berada di Ma’la dekat kuburan Siti Khadijah. Kami menziarahi kuburnya dan kubur Imam Fudhail bin Iyadh dan Sufyan bin Uyainah. Kemudian kami masuk ke Masjid Al Haram dan tawaf serta minum air Zam-zam. Bila sampai waktu Asar kami pun sembahyang Asar berjama’ah.
 Kemudian Imam Suyuti berkata : ‘Perjalanan kita dari Mesir ke Makkah ini tidak menghairankan. Lebih hairan, ada seorang Mesir yang duduk hampir dengan kita tapi tidak mengenal kita’.
 Imam Suyuti berkata : ‘Sekarang tugas kita di sini telah selesai. Jika kamu mahu tinggal di sini saya izinkan.’ Tetapi khadamnya lebih suka untuk pulang. Lalu Imam Suyuti memegang tangannya dan membawa dia berjalan tujuh langkah sambil memejamkan matanya.
 Bila dia membuka matanya, dilihatnya mereka sedang berada di daerah Juyusyi, di kota Khahirah. Dia mengikut Imam Suyuti ke Masjid Ibnu Tulun dengan menunggang keldainya.
 Salah seorang murid Imam Suyuti bernama Syeikh Abdul Qadir As-Syadhili meriwayatkan bahawa Imam Suyuti pernah berkata : ‘Aku pernah berjumpa dengan Rasulullah s.a.w. dalam keadaan jaga (bukan dalam mimpi). Aku dipanggilnya : ‘Wahai Syeikhul Hadis!’ Dan aku pernah bertanya : ‘Ya Rasulullah s.a.w. apakah aku termasuk ahli syurga?’ Rasulullah menjawab : ‘Ya benar.’ Aku bertanya lagi : ‘Tanpa diseksa dahulu?’ Baginda menjawab : ‘Ya, sesuka hatimu.’ 
Syeikh Abdul Qadir As-Syadhili pernah bertanya : ‘Wahai tuan guru, berapa kali tuan berjumpa dengan Rasulullah s.a.w. dalam keadaan jaga?’ Imam Suyuti menjawab : ‘Lebih 70 kali.’
Imam Suyuti wafat di Kahirah, Mesir tahun 911 Hijriyah.
 Sila rujuk kitab2 terkenal dalam bahasa Arab:
1. Jamik Karamatul Aulia - Al Allamah Syeikh Yusuf bin Ismail an Nabhani
2. Tazdkiratul Aulia - Fariduddin Atar
Wallahu A'lam. Hanya semata-mata limpah kurnia dan rahmat dari Allah Ta'ala.