Friday, 29 June 2012

Imam As-Suyuti Ulama Serba Boleh

عِلْمِيْ كَبَحْرٍمِنَ الاِمْواجِ مُلْتَطِم 
Ilmuku (luasnya) bagaikan lautan yang bergelombang karena deburan ombak.
Allah selalu menjaga keutuhan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui keberadaan parahuffazh hadits yang menghafal hadis-hadis Nabi. Kalbu-kalbu mereka menjadi wadah penyimpan ilmunya.
Usaha yang mereka lakukan tidaklah mudah, membutuhkan ketelitian, ketekunan, kecerdasan, dan daya ingat yang kuat. Kesibukan mereka untuk menepis dusta atas nama Nabi melalui penyeleksian antara hadis yang sahih dan hadis yang bermasalah (lemah, palsu, dan lain-lain), menyebarkan hadis yang benar-benar dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta memperingatkan umat dari hadis-hadis lemah dan palsu agar diwaspadai dan disingkirkan dari umat.
Di antara tokoh terkemuka yang dianggap sebagai pakar hadis pada masanya, yaitu  Al-‘Allamah Al-Hafizh Jalaluddin As-Suyuti.
Ulama ini, pada zamannya, dikenal sebagai seorang yang alim dalam bidang hadis dan cabang-cabangnya, baik yang berkaitan dengan ilmu rijal, sanad, matan, maupun kemampuan dalam mengambil istimbat hukum dari hadis.
Beliau lahir setelah waktu magrib, malam Ahad, pada permulaan tahun 849 H di daerah Al-Asyuth, atau juga dikenal dengan “As-Suyuti”. Secara lengkap, ia bernama Abdur Rahman bin Kamaluddidn Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiquddin Abu Bakar bin Fakhruddin Utsman bin Nashiruddin Muhammad bin Saifuddin Khidr bin Najmuddin Abu Ash-Shalah Ayyub bin Nashiruddin Muhammad bin Syekh Hammamuddin Al-Hammam bin Al-Kamal bin Nashiruddin Al-Mishri Al-Khudhairi Al-Asyuthi Ath-Thalani Asy-Syafi’i.
Nasab keluarganya bersambung kepada keluarga Persia, yang pindah ke Mesir di distrik Khudairiyah, sebelah timur Baghdad, dan kemudian bermukim di daerah Al-Asyuth, sebelum kelahirannya. Namun, ada keterangan lain yang menyebutkan bahwa ayahnya berdarah Arab.
Allah menganugerahkan kepadanya kemudahan untuk meraih ilmu sejak kecil, kecerdasan di atas rata-rata, dengan lingkungan yang kondusif. Dia hidup di lingkungan keluarga yang kental nuansa ilmiahnya.
Sewaktu kecil, ayahnya pernah membawanya ke majelis Syekh Muhamamd Al-Majdzub dan memperoleh doa keberkahan darinya. Dia juga sempat diajak ke majelis Al-Hafizh Ibnu hajar dan mendapatkan ijazah (rekomendasi periwayatan umum) darinya.
Pada umur lima tahun, sang Ayah meninggal dunia, sehingga ia tumbuh dalam keadaan yatim. Setelah itu, ia berada di bawah pengasuhan beberapa ulama besar pada masa itu. Di antaranya, Kamaluddin bin Al-Hammad. Di tangan ulama ini, As-Suyuti sejak kecil menghafal Alquran saat berusia delapan tahun. Demikian pula, kitab Al-UmdahMinhajul Fiqh wal Ushul, dan Alfiyah Ibnu Malik menjadi kitab-kitab berikutnya yang ia hafal di luar kepala.
Menjadi bagian kenikmatan yang diraih oleh As-Suyuthi, ia hidup pada masa ulama besar yang sangat mendalami bidang-bidang ilmu yang beragam. Hal ini membekaskan pengaruh yang dalam pada diri ulama besar ini dalam aspek luasnya wawasan dan penguasaan ilmiahnya.




As-Suyuthi memulai kesibukannya mencari ilmu dalam usia empat belas tahun. Dia mengaku, “Aku mulai menyibukkan diri dengan pendalaman ilmu agama sejak permulaan tahun 864 H. Aku pelajari fikih dan nahwu dari sejumlah guru. Aku mengkaji ilmu faraidh (ilmu pembagian warisan) dari Allamah Syihabuddin Asy-Syamashai. Dengan Syekh ini, aku mempelajari kitab Al-Majmu. Pada tahun 866 H, aku sudah mendapat rekomendasi untuk mengajar Bahasa Arab dan sempat menulis kitab pertamaku yang berjudul Syarah Al-Isti’adzah wal Basmalah.”
Adapun untuk ilmu fikih, ia pelajari dari Sirajuddin Al-Bulqini. Tafsir, ia reguk dari Asy-Syaraf Al-Manawi. Ilmu Bahasa Arab, ia pelajari dari Taqiyyuddin Asy-Syumani dan Muhyiddin Ar-Rumi.
Berkaitan dengan ilmu hadis, ia menjumpai ulama-ulama senior dalam bidang itu, sehingga ia dapat mempelajari kitab ummahatu kutubil hadits (buku-buku induk hadis) dan mushthalah kepada ulama-ulama yang kompeten dalam bidang tersebut, misalnya: Taqiyyuddin Asy-Syibii, Qasim bin Qathlu Bugha, dan Taqiyyuddin bin Fahd. Ia mempelajari kitab Shahih Muslim dari Syamsuddin As-Sakrafi. Ia mengkaji kitab Nakhbatul Fikr di hadapan At-Taqiyyi Asy-Syumani.
Para guru As-Suyuthi juga tidak terbatas kaum lelaki saja. Dia juga sempat belajar dari beberapa guru wanita yang ahli dalam bidang hadis maupun fikih pada masa itu. Di antaranya: Ummu Hana Al-Mishriyyah, Aisyah bin Abdil Hadi, Sarah binti As-Siraj bin Jama’ah, Zainab binti Al-Hafizh Al-Iraqi, dan Ummu Fadhal binti Muhammad Al-Maqdisi.
Guna menimba ilmu, dia tak segan-segan berkeliling kota di banyak negeri, untuk menjumpai ulama-ulama lainnya yang ahli di bidangnya. Kota-kota di Syam, Hijaz, India, Maroko, Sudan pernah ia jelajahi.
Tatkala sampai di Mekkah, pada Rabiul Awwal 869 H, untuk menunaikan ibadah haji, ia meneguk air zamzam seraya memanjatkan doa agar mencapai derajat ilmiah dalam fikih sekelas Sirajuddin Al-Bulqini dan dalam bidang hadis sekelas Al Hafizh Ibnu Hajar.
Dalam perjalanannya menuntut ilmu agama, ia mempunyai prinsip dalam mencari ilmu, yaitu menerapkan dua manhaj talaqqi ilmu (metode mencari ilmu). Pertama, memilih satu guru dan bermulazamah kepada guru tersebut dalam waktu yang cukup atau sampai sang Guru meninggal.Kedua, dalam mencari ilmu, ia tidak membatasi diri pada syekh-syekh tertentu saja. Walaupun ia seseorang yang bermazhab Syafi’i dalam bidang fikih, ternyata itu tidak menghalanginya untuk mendalami fikih dari Izzudin Al-Hanafi.
Berkat ketekunan dan ketelatenannya dalam memperdalam ilmu, akhirnya, As-Suyuthi mampu menguasai ilmu agama. Tidak hanya dalam satu disiplin ilmiah ia menjadi kampiun, tetapi lebih dari satu disiplin ilmiah.
Dia pernah berkata, “Aku dikaruniai kedalaman ilmu dalam tujuh bidang, yaitu: tafsir, hadis, fikih, nahwu,al-ma’anial-bayan, dan al-badi.”
Dalam kesempatan lain, ia berkata tentang dirinya, “Kalau aku mau, aku akan menulis sebuah karya tulis dalam setiap permasalahan, lengkap dengan keterangan para ulama dan dalil-dalilnya yang naqliatau pun qiyasi serta komparasi (perbandingan) antar-mazhab, namun itu semua dengan pertolongan dari Allah, bukan lantaran kemampuan atau kekuatanku.”
Pertama kali ia mengeluarkan fatwa terjadi pada tahun 871 H. Ketika itu, kemampuan ilmiahnya sudah banyak, sehingga banyak pertanyaan yang diarahkan kepadanya dari banyak tempat. Dari sini, ia mulai berfatwa dan menjawab permasalahan agama. Fatwa-fatwa ulama ini bisa dijumpai melalui kitabnya yang berjudul Al-Hawi.
Beliau masih memberikan fatwa sampai beliau meninggalkan gelanggang ini dan memilih hidup menyendiri di kediamannya di Raudhah.
Ada beberapa jabatan yang ia pegang pada masa hidupnya. Semuanya tidak lepas dari dunia keilmuan. Pertama kali, ia mengajar Bahasa Arab dengan rekomendasi gurunya yang bernama Taqiyyuddin Asy-Syumani. Kemudian, kesibukannya mengajar mulai bertambah di Jami’ Asy-Syaukani, Jami’ Thalani, dan secara khusus mengajar hadis di Syaikhuniyah.




Hubungannya dengan para Khalifah Abbasiyah terjalin dengan baik, tumbuh berdasarkan rasa kasih sayang. Sikap saling menasihati dan memberi pengertian menghiasai persahabatan mereka. Dia menjalin hubungan yang baik ini lantaran meyakini harusnya kakhilafahan berada di tangan orang-orang keturunan Suku Quraisy. Adapun hubungan dengan para penguasa Daulah Mamalik yang menguasai Mesir, ia sangat menjaga diri.
Dia sempat menjumpai lima belas penguasa Daulah Mamalik dan berhubungan juga dengan mereka, tetapi dengan penuh kewaspadaan diri dan menjaga ‘izzah (harga diri, ed.). Hingga kemudian ia tidak pernah lagi menjalin hubungan dengan mereka. Dalam hal ini, dia menulis kitab Ma Rawhu As-Salathin fi Adami Al-Maji ila As-Salathin.
Salah seorang penguasa Daulah Mamalik sering memintanya untuk datang ke istana, tetapi ia tidak pernah menyambut permintaan itu. Sampai ada yang berkomentar kepadanya, “Sesungguhnya, sebagian orang alim kerap datang kepada penguasa dan raja untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.” As-Suyuthi menjawab, “Petunjuk salaf yang menganjurkan untuk tidak sering-sering mengunjungi mereka. Itu adalah lebih baik.”
Meski begitu, ternyata tokoh-tokoh negara tetap mengunjungi ulama ini. Demikian juga orang-orang kaya. Sering, dalam kunjungan itu, mereka menawarkan harta benda, namun As-Suyuthi menolaknya dan mengembalikannya kepada sang pemilik.
Pada usia empat puluh tahun, ia mengundurkan diri dari kegiatan mengajar, untuk menyendiri. Permohonan diri ini ia tulis dalam bukunya, At-Tanfis. Setelah itu, kesibukannya lebih banyak untuk ibadah, mengkaji ulang tulisan-tulisannya, dan menjauhi serba-serbi dunia.
Pada akhir usianya, ia ditimpa penyakit yang ganas, bengkak pada lengan kirinya. As-Suyuthi meninggal karena pengaruh penyakitnya ini. Beliau menutup usianya pada malam Jumat, 19 Jumadil Ula 911 H, di kediamannya di Raudhah, dekat dengan sungai Nil, dalam usia 61 tahun dan 10 bulan. Pemakamannya dihadiri oleh banyak orang.

Thursday, 28 June 2012

Biografi Al-Imam as-Suyuti (849-911 H)





Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Abi Bakar bin Muhammad bin Saabiquddien bin al-Fakhr Utsman bin Nashiruddien Muhammad bin Saifuddin Khadhari bin Najmuddien Abi ash-Shalaah Ayub ibn Nashiruddien Muhammad bin asy-Syaich Hammamuddien al-Hamman al-Khadlari al-Asyuuthi. Lahir ba’da Maghrib, hari Ahad malam, bulan Rajab tahun 849 Hijriyah, yakni enam tahun sebelum bapaknya wafat.








Asal Usul Beliau

Jalaluddien as-Suyuthi berasal dari lingkungan cendekiawan sejak kecilnya. Bapaknya berusaha mengarahkannya ke arah kelurusan dan keshalihan. Adalah beliau hafal al-Qur’an di usianya yang sangat dini dan selalu diikutkan bapaknya di berbagai majlis ilmu dan berbagai majlis qadhinya.

Dan bapaknya telah memintakan kepada Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani supaya mendo’akannya diberi berkah dan taufiq. Dan adalah bapaknya melihat dalam diri anaknya seperti yang didapati dalam diri Ibnu Hajar, hingga ketika beliau minum, sebagian diberikan kepada anaknya dan mendo’akannya agar ia seperti Ibnu Hajar, menjadi ulama yang trampil dan tokoh penghafal (hadits). Bapaknya wafat saat ia (imam Suyuthi) baru berumur lima tahun tujuh bulan. Tetapi Allah telah memeliharanya dengan taufiq dari-Nya dan mengasuhnya dengan asuhan-Nya. Ini terbukti dengan telah ditakdirkan Allah Ta’ala untuknya al-‘Allamah Kamaaluddien bin Humam al-Hanafi pengarang Fathul Qadir untuk menjadi guru asuhnya. Hingga hafal al-Qur’an dalam umur delapan tahun, kemudian menghafal kitab al-’Umdah lalu Minhajul Fiqhi dan Ushul, serta Alfiyah Ibnu Malik. Dan mulai menyibukkan diri dengan (menggeluti) ilmu pada tahun 864 H, yakni ketika berumur 15 tahun.




Menimba ilmu Fiqih dari Syaikh Siraajuddien al-Balqini. Bahkan mulazamah kepada beliau hingga wafatnya. Kemudian mulazamah kepada anak beliau, dan menyimak banyak pelajaran darinya seperti al-Haawi ash-Shaghir, al-Minhaaj, syarah al-Minhaaj dan ar-Raudhah. Belajar Faraidl dari syaikh Sihaabuddien Asy-Syaarmasaahi, dan mulazamah kepada asy-Syari al-Manaawi Abaaz Kuriya Yahya bin Muhammad, kakak dari Abdurrauf pensyarah al-Jami’ ash-Shaghir. Kemudian menimba ilmu bahasa Arab dan ilmu Hadits kepada Taqiyuddien asy-Syamini al-Hanafi (872 H). Lalu mulazamah kepada syaikh Muhyiddien Muhammad bin Sulaiman ar-Ruumi al-Hanafi selama 14 tahun. Dari beliau ia menimba ilmu tafsir, ilmu Ushul, ilmu bahasa Arab dan ilmu Ma’ani. Juga berguru kepada Jalaaluddien al-Mahilli (864 H) dan ‘Izzul Kinaani Ahmad bin Ibrahim al-Hanbali. Dan membaca shahih Muslim, asy-Syifa, Alfiyah Ibnu malik dan penjelasaannya pada Syamsu as-Sairaami.




Imam Suyuthi tidak mau meninggalkan satu cabang ilmu pun kecuali ia berusaha untuk mempelajarinya, seperti ilmu hitung dan ilmu faraidl dari Majid bin as-Sibaa’ dan Abudl Aziz al-Waqaai, serta ilmu kedokteran kepada Muhammad bin Ibrahim ad-Diwwani ar-Ruumi. Hal ini sesuai dan didukung oleh keadaan waktu itu di mana dia dapat menimba ilmu dari banyak syaikh. Ia tidak pernah merasa cukup dengan ilmu yang telah dimilikinya, baik ilmu bahasa maupun ilmu dien, demikian pula ia tidak merasa cukup dengan para ulama yang telah ia temui.




Bahkan ia bepergian jauh sekedar untuk mencari ilmu dan riwayat hadits, hingga ke negeri Maghribi (Tanjung Harapan, sebelah ujuh barat pulau Afrika), ke Yaman, India, Syam Mahallah (di Mesir Barat), Diimath (sebuah kota di tepi sungai Nil, Mesir), dan Fayyum (Mesir) serta negeri-negeri Islam lainnya. Telah menunaikan ibadah Hajji dan telah minum air Zam-zam dengan harapan supaya dapat seperti Syaich al-Balqini dalam menguasi ilmu Fiqih serta dapat seperti Ibnu Hajar dalam menguasai ilmu Hadith.




Demikianlah imam yang mulia ini, mengadakan perjalanan yang tidak tanggung-tanggung dengan segala kesusahannya hanya untuk dapat menimba ilmu. Banyak sekali gurunya. Bahkan disebutkan oleh syaikh Abdul Wahhab asy-Sya’rani dalam kitab Thabaqat bahwa gurunya lebih dari 600-an orang.

Sesuai dengan banyaknya syaikh dan jauhnya perjalanannya dalam menimba ilmu, hal itu didukung pula oleh kemampuannya untuk semaksimal mungkin dalam memanfaatkan perpustakaan Madrasah Mahmudiyah. Berkata al-Maqrizi, bahwa di dalam perpustakaan ini terdapat segala jenis kitab-kitab Islam, dan madrasah ini merupakan sebaik-baik madrasah yang ada, yang dinisbatkan kepada Mahmud bin al-Astadaar, yang berdirinya pada tahun 897 H. Dan kitab-kitab yang ada tersebut merupakan kitab yang paling lengkap dari yang ada sekarang di Qahirah (Cairo), yang merupakan koleksi dari Burhan Ibn Jama’ah dan kemudian dibeli oleh Mahmud al-Astadaar dengan uang warisannya setelah ia wafat dan kemudian ia waqafkan.



Hingga matanglah kepribadian Suyuthi, dan sempurnalah pembentukan ilmunya pada taraf syarat mampu untuk berijtihad. Beliau seorang yang mudah mengerti, kuat hafalannya, dianugerahi Allah dengan otak yang cerdas, disamping itu beliau adalah seorang yang ‘abid (ahli ibadah), zuhud, tawadlu’. Tidak mau menerima hadiah raja. Pernah ia diberi hadiah raja Ghuuri seorang budak perempuan dan uang banyak sebesar seribu dinar. Maka dikembalikannya uang itu sedangkan budak perempuan itu dimerdekakannya dan menjadikannya sebagai pelayan di hujrah Nabawi. Lalu ia berkata kepada sang penguasa itu, “Jangan berusaha memalingkan hanya dengan memberi hadiah semacam itu karena Allah telah menjadikan aku merasa tidak butuh dari hal-hal semacam itu.”




Oleh karena itu beliau rahimahullah dikenal sebagai seorang yang berani tapi beradab, semangat dalam menegakkan hukum-hukum syari’at dan mengamalkannya tanpa memihak kepada seorang pun. Tidak takut dalam kebenaran celaan orang yang mencela. Ia telah diminta untuk memberikan fatwa serta urusan-urusan yang bersangkutan dengan kehakiman, maka beliau tetap berusaha untuk adil dan menerapkan hukum-hukum dien tanpa memperdulikan kemarahan Umara’ maupun penguasa. Bahkan jika ia melihat ada Qadhi (hakim) yang menta’wilkan hukum sesuai dengan kehendak penguasa, bertujuan menjilat mereka maka beliau menentangnya dan menyatakan pengingkarannya serta cuci tangan darinya. Menerangkan kesalahannya, dan meluruskannya, seperti yang dikemukakannya dalam kitab “al-Istinshaar bil Wahid al-Qahhar.” Beliau terlalu disibukkan dengan memberi pelajaran dan berfatwa sampai umur 40 tahun, kemudian beliau lebih mengkhususkan untuk beribadah dan mengarang kitab. Dan karangan imam Suyuthi rahimahullah lebih dari 500 buah karangan. Berkata imam Suyuthi, “Kalau seandainya aku mau maka aku mampu untuk menyusun kitab yang membahas setiap masalah dengan segala teori dan dalil-dalil yang kami nukil, qiyasnya, keterangannya, bantahan-bantahannya, jawaban-jawabannya, muwazanahnya antara perselisihan berbagai madzhab tentang masalah itu, dengan fadhilah Allah, tidak dengan daya dan kemampuanku. Karena sesungguhnya tidak ada kekuatan kecuali dari Allah.”



 kitab-kitab yang disusun oleh imam Suyuthi rahimahullah antara lain sebagai berikut:


1. Al-Itqaan fi ‘Uluumil Qur’an
2. Ad-Durrul Mantsuur fit Tafsiril Ma’tsuur
3. Tarjumaan al-Qur’an fit Tafsir
4. Israaru at-Tanziil atau dinamakan pula dengan Qathful Azhaar fi Kasyfil Asraar
5. Lubaab an-Nuqul fi Asbaabi an-Nuzuul
6. Mifhamaat al-Aqraan fi Mubhamaat al-Qur’an
7. Al-Muhadzdzab fiima waqa’a fil Qur’an minal Mu’arrab
8. Al-Ikllil fi istimbaath at-Tanziil
9. Takmilatu Tafsiir asy-Sayich Jalaaluddien al-Mahilli
10. At-Tahiir fi ‘Uluumi Tafsir
11. Haasyiyah ‘ala Tafsiri al-Baidlawi
12. Tanaasuq ad-Duraru fi Tanaasub as-Suwari
13. Maraashid al-Mathaali fi Tanaasub al-Maqaathi’ wal Mathaali’
14. Majma’u al-Bahrain wa Mathaali’u al-Badrain fi at-Tafsir.
15. Mafaatihu al Ghaib fi at-Tafsiir
16. Al-Azhaar al-Faaihah ‘alal Fatihah
17. Syarh al-Isti’adzah wal Kasmalah
18. Al-Kalaam ‘ala Awalil Fathi
19. Syarh asy-Syathibiyah
20. Al-Alfiyah fil Qara’at al ‘asyri
21. Khimaayal az-Zuhri fi Fadla’il as-Suwari
22. Fathul Jalil li ‘Abdi Adz Dzalil fil Anwa’il Badi’ah al- Mustakhrijah min Qaulihi Ta’ala: Allaahu Waliyyulladziina aamanu
23. al-Qaul al-Fashih Fi Ta’yiini adz-Dzabiih
24. al-Yadul Bustha fi as-Shalaatil Wustha
25. Mu’tarakul Aqraan Fi musykilaatil Qur’an



Semua itu judul-judul buku yang berkenaan dengan Tafsir, adapun yang berkenaan dengan ilmu hadits, antara lain adalah sebagai berikut:

. ‘Ainul Ishaabah Fi Ma’rifati ash-Shahaabah2. Durru ash-Shahaabah Fi man Dakhala Mishra Minash Shahaabah3. Husnul Muhaadlarah4. Riihu an-Nisriin Fi man ‘Aasya Minash Shahaabah Mi ata Wa ‘isyriin5. Is’aaful Mubtha’ bi Rijaalil Muwaththa’6. Kasyfu at-Talbiis ‘an Qalbi Ahli Tadliis7. Taqriibul Ghariib8. al-Madraj Ila al-Mudraj9. Tadzkirah al-Mu’tasi Min Hadits Man haddatsa wa nasiy10. Asmaa`ul Mudallisiin11. al-Luma’ Fi Asmaa`i Man Wadla’12. ar-Raudlul Mukallal Wa Waradul Mu’allal fi al-mushthalah



Wafatnya

Imam as-Suyuthi rahimahullah wafat pada hari Jum’at, malam tanggal 19 Jumadal Ula tahun 911 H. Sebelumnya beliau menderita sakit selama tujuh hari dan akhirnya wafat dalam umur 61 tahun. Dikuburkan di pemakaman Qaushuun atau Qaisun di Cairo.

IMAM AL-HAFIZ JALALUDDIN ABDURRAHMAN AS-SUYUTI

makam imam Al-Suyuti
As-Suyuti iaitu Al-Hafiz Abdurrahman ibnu Al- Kamal Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiq ad-Din Ibn Al-Fakhr Osman bin Nazhir ad-Din al-Hamam al-Khudairi al-Suyuti. Penulis Mu’jam al-Mallifin menambahkan: Athaluni al-Mishri Asy-Syafi’i, dan diberi gelar Jalaluddin serta di panggil dengan nama abdul Fadhal.




Kelahiran

Imam Suyuti dilahirkan di wilayah Asyut pada malam Ahad, bulan Rejab 849 H,dan ada pendapat mengatakan beliau dilahirkan pada bulan Jamadil akhir. Ia dibesarkan dalam keadaan yatim piatu. Ayahnya meninggal dunia ketika beliau berusia 6 tahun.




Perjalanan dan masa menuntut ilmu

Semenjak kecil beliau telah menghafal Al-Quran dan khatam ketika usia 8 tahun. Beliau juga seterusnya menghafal kitab-kitab semisal al-‘Umdab, Minhaj fiqh, Al-Ushul, dan Al-fiyah ibn Malik. Beliau juga seorang bermazhab as-Syafei dan bertariqat al-Dusuqiah.



Beliau mempelajari pelbagai bidang ilmu dan saat itu usianya 16 tahun. Ia mempelajari Fiqh dan Nahwu dari beberapa guru, dan mengambil ilmu Faraid dari ulama di jamannya yakni Syeikh Syihab ad-Din asy-Syarmasahi, ilmu Fiqh kepada syeikhul Islam Al-Balqini dan putranya Ilmuddin Al-Balqini. Ia kemudian berguru kepda Al-Ustaz Muhyiddin Al-Kafayaji selama 14 tahun. Ia banyak melakukan perjalanan untuk menuntut ilmu, antara lain ke kota Al-Fayun, Al-Mihlah, Dumyat, lalu menuju Syam, Hijaz, Yaman, India dan Maghribi Imam Suyuti kemudian dikenal dengan orang yang begitu alim dalam ilmunya, dalam tujuh disiplin ilmu : Tafsir, Hadis, Fiqh , Tasawuf, Nahu, Ma’ani, Bayan, Badi’, dan lain-lain.





Kegiatannya menuntut ilmu

Di dalam usahanya menuntut ilmu Imam Suyuti telah berguru dengan Syeikh Safuddin Al-Hanafi, al-Hafiz ibnu Hajar, ash-Shyairafi, Syams al- Marzabani al-Hanafi, al-Balqini, asy-Syamani dan al-Kafiji. Antara guru utama beliau dalam tariqat ialah Syeikh Mohamad Abdul Salam. Imam Suyuti berguru dengan seratus lima puluhan orang ulama sebagai gurunya, dan yang menonjol diantaranya adalah: · Ahmad zas-Syarmasahi · ‘Umar al-Balqini · Shalih bin Umar bin Ruslan al-Balqini · Muhyidin al-Kafiji · Al-Qadhi syarafudin al-Manawi. Syeikh Mohamad Abdul Salam.



Sementara itu beribu-ribu orang telah pula berguru kepada dirinya, dan diantara mereka yang paling menonjol antara lain: · Syamsudin asy-sakhawi. · ‘Ali al-Asymuni. · Syeikh Mohd Itris


Menjelang umurnya 40 tahun, menunjukkan perhatian dalam bidang penulisan karya, sehingga dalam masa waktu 22 tahun saja ia telah menghasilkan karya dalam berbagai bidang ilmu dalam jumlah sekitar 600 judul, dalam bidang tafsir dan ilmu tafsir, Hadis, ilmu Hadis, perubatan, Fiqh dan Ushul Fiqh, Tasawuf bahasa Arab dengan berbagai cabang ilmunya, sirah, dan sejarah.Wafatnya:Meninggal dunia ketika berusia 62 tahun pada malam Jumaat, 19 Jamadil Awwal 911 H di kediamannya Raudhah al-Miqyas dan dimakamkan di Hausy Qousun, Kaherah, Mesir.


Imam Al-suyuti Penulis yang Produktif


Imam al-Hafiz Jalaluddin Abdurrahman al-Suyuti. Atau lebih masyhur dikalangan umat Islam dengan panggilan Imam Suyuti. Nama lengkapnya al-Hafiz Abdurrahman Ibn al-Kamal Abi Bakr bin Muhammad bin Sabiq al-Din Ibn al-Fakhr Uthman bin Nazhir al-Din al-Hamam al-Khudairi al-Suyuti.

Muncul pada akhir abad pertengahan, Imam Jalaluddin al-Suyuti adalah seorang yang sangat kuat kemahuan, teramat luas ilmunya dan paling banyak peninggalannya dalam bidang penulisan. Sebahagian besar karyanya masih ada sehingga ke hari ini. Oleh sebab itu Imam al-Suyuti termasuk seorang daripada penulis yang paling produktif yang pernah dikenali oleh dunia.

Dilahirkan pada 849 H ( 1445M) di Asyuth, satu wilayah di Mesir, Ulama' murabbi ini kematian ayah ketika berusia enam tahun. Takdir memilukan itu tidak menjadi alasan untuk tidak membina kejayaan. Dengan semangat cintakan ilmu yang berputik semenjak kanak-kanak lagi, perjalanan hidup tetap diteruskan.

Cinta dan minat yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan mencetus usaha dan kesungguhan untuk mendapatkannya. Dengan sokongan tambahan seperti hati yang cerah serta minda yang tajam dan kuat daya ingatan, usaha menuntut ilmu tidak terlalu sukar. Semasa berusia lapan tahun beliau sudah pun menghafaz al-Qur'an dengan hafazan yang baik dan sempurna.

Basyirah merupakan guru dapat melihat masa depan anak muridnya itu sangat gemilang; melatih pula Imam al-Suyuti menghafaz beberapa buah kitab yang popular pada masa itu. Antaranya seperti al-Umdah, Minhaj Fiqh, al-Usul dan al-Fiyah Ibn Malik. Sambil dalam kesempatan masa yang ada beliau mula menekuni pelbagai bidang ilmu.

Dalam usia belasan tahun ulama' murabbi ini sudah menguasai ilmu feqah, nahu, fara'id, tafsir dan usul. Ditambah lagi dengan ilmu bahasa dan ma'ani. Dari situ sedikit demi sedikit terbitlah bakat terpendam Imam al-Suyuti ( menyusun buku-buku ringkas tentang ilmu itu di samping terus meluaskan lagi cabang ilmu Hadith Nabi S.A.W.

Seperti Imam-Imam besar yang lain, Imam al-Suyuti tidak berasa puas menadah ilmu di satu tempat sahaja, meskipun daripada ramai tuan guru. Tradisi ahli ilmu yang suka merantau dari satu tempat ke satu tempat yang juga diamalkan oleh Imam al-Sayuti al-Hafiz Jalaluddin al-Suyuti. Malah jauhnya perantauan Imam al-Suyuti sudah sampai ke India dan Maghribi.

Imam al- Sayuti pernah berguru dengan Imam Ibn Hajar mengkaji kitab Sahih Muslim. Malah di mana diketahui ada orang alim, disitu ada Imam al-Sayuti. Beliau mengakui keseluruhan gurunya sekitar seratus lima puluh orang yang mengajar pelbagai jurusan ilmu pengetahuan. Begitu pun ulama' besar ini tetap mengatakan ilmunya tidak banyak.

Sedari beliau mula pandai mengajar, jumlah murid yang datang menadah ilmu dengannya terus bertambah. Maka pada usia hampir 40 tahun, Imam al-Sayuti mula gemar bersendiri. Minat dan kecenderungan lebih tertumpu kepada kerja penulisan. Bakat yang semasa remaja dahulu pernah diserlahkan, kini mahu dimanfaatkan sepenuhnya.

Imam Jalaluddin al-Suyuti bersungguh-sungguh perhatian dalam bidang penulisan. Lautan ilmu yang seakan melimpah-limpah di dalam dadanya cuba dicurahkan seluruhnya pada setiap lembaran kitab. Bukti ketekunan dan kesungguhan luar biasa ulama' ulung ini, beliau berjaya menghasilkan sekitar 300 judul kitab ( ada pendapat mengatakan 600) serta risalah-risalah kecil yang dikarangnya selama masa 22 tahun.

Tempoh 22 tahun itu adalah dihitung daripada Imam Jalaluddin al-Sayuti mula betul-betul aktif aktif menulis sehinggalah ke hujung hayatnya. Semakin lama semakin asyik dengan kerja-kerja penulisannya, semakin kurang pulalah beliau keluar bertemu masyarakat. Imam al-Suyuti banyak bersendiri di dalam kamar khas di rumahnya yang dijadikan tempat beliau menulis, diberi nama Raudhah al-Miqyas. Di sinilah datangnya salam perkenalan malaikat maut bagi menjemput Imam besar itu menemui Allah. Melalui tangan kirinya yang menderita sakit dan lumpuh yang berlanjutan selama seminggu, itulah yang menjadi sebab musabbab Allah S.W.T menjemput insan mulia ini pulang mengadapNya dalam usia 60 tahun.

Kitab-kitab karangan Imam al-Suyuti

Disebutkan beberapa judul kitab Imam al-Suyuti yang masyhur, umpamanya berkaitan tentang hadith dan ilmu hadith:
1. Zhar ar-Rabbiy Ala Mutaba Li al-Nasa'i
2. Al-Hawalik ala Muwathta' Malik
3. Al-Jami' al-Shaghir wa Dzailuh
4. Marqat al-Shu'ud Syarh Sunan Abi Dawud
5. Tadrib al-Rawi bi Syarh dan,
6. Tawqib al-Nawawi.
7. Al-Itqan fi 'Ulum al-Qur'an 


Dan banyak lagi selain yang disebutkan.
Mengikut pembahagian yang dicatat oleh ahli-ahli sejarah :

Bidang Ilmu dan Jumlah Kitab;
* Ilmu Tafsir - 23
* Ilmu Hadith - 95
* Bahasa - 21
* Ilmu-ilmu Arab - 35
* Al-Bayan dan Tasawuf - 21